Laman

Minggu, 15 Februari 2015

Muhasabah Diri

Sore ini menjelang senja dengan seorang kawan.

Awalnya hanya ingin menghilangkan penat sejak semalam, gundah tak tentu arah. Mungkin hati ingin bersandar, berbagi cerita sejenak. Tapi ternyata sore ini tak sekedar penghilang penat, tak sekedar terbagi cerita dan tak sekedar penikmat matahari tenggelam.
Lebih dari itu, sore yang luar biasa. Mampu membuat hati tersipu malu atas segala kegundahan beberapa hari ini. Mampu menghentak pikiran yang sebelumnya kacau karena hal-hal remeh sebenarnya.

Ya Allah, bahwa ada lebih banyak luka disana. Tapi terobati dengan sabar.
Bahwa ada banyak tangis tertahan disana. Tapi tertutupi dengan raut 'baik-baik saja'.
Bahwa ada banyak kerinduan yang terpendam. Tapi terkalahkan oleh sikap tegar.
Bahwa ada banyak tanya dan lelah disana. Tapi tersingkirkan oleh ikhlas.

Aku bagai di hadapkan cermin besar sore ini.
Hei Tika,
bukankah alasan kalutmu hanya hal remeh, karena pengharapanmu sendiri?
bukankah alasan tangismu hanya sekali lagi, karena pengharapanmu sendiri?
bukankah alasan lukamu karena kau ijinkan menganga terus menerus?
bukankah alasan lelahmu karena kau tak pernah berusaha berhenti?
tapi selama itu aku masih saja mempertanyakan garis takdir-Mu.

Sederhana sebenarnya, Allah Sang Sutradara.
Hanya saja kadang aku beralasan menjalani sabar itu tak mudah. Harusnya kali ini aku malu, bahwa yang ku sebut sabar selama ini tak lebih dari sejengkal sabar mereka yang menjalani skenario-Nya lebih rumit.

Harusnya aku paham tentang proses. Bahwa ini sebuah proses sembari menjalani skenario rahasia milik-Nya. Akan ada banyak 'kejutan' yang entah di sambut dengan riang atau kesedihan.
Harusnya aku betul-betul paham tentang Sang Sutradara. Bahwa semua alur cerita telah tertulis rapi di Lauh Mahfudz.

Bukankah sejauh ini sudah melakukan yang terbaik?
Iya, kurasa sudah.
Allah (pernah) mempertemukan bukan karena tak ada alasan tentunya.
Bukankah sejauh ini sudah berusaha menjaga hati?
Iya, kurasa sudah.
Bahkan sebenarnya tak ada yang meminta menjaga hati sehebat ini.
Bukankah sejauh ini sudah berusaha berdamai dengan penerimaan dan sebaik-baik sabar?
Iya, kurasa sudah.
Walaupun tak pernah sanggup menyentuh kata ikhlas, sebuah penerimaan dan sebaik-baik sabar pernah terjalani selama ini.

Lalu mengapa lelah?
Karena telah sampai di titik batas.
Lelah lebih baik melepaskan?
Biar takdir yang menuntun menemui jawaban.

23.57. selamat malam.
Lucky Charms Rainbow