Laman

Rabu, 27 Februari 2013

Tentang Perasaan

Perasaan itu hal paling mendalam dan sulit diterjemahkan. Perasaan mampu berdiri sendiri dengan prinsipnya yang kadang tak di logika oleh pikiran. Perasaan adalah elemen paling jujur namun sulit diungkapkan. Mereka hanya dapat terwakilkan melalui sorot mata bukan melalui mulut yang mudah berkilah.


Aku masih ingat betul pertemuan syahdu kita saat itu. Hari menjelang petang disertai rintik hujan yang semakin deras mengawali pembicaraan kita. Awalnya aku tak mampu menatapmu, aku tak mampu menghadapkan wajahku padamu. Aku hanya takut bahwa perasaanku akan mudah tergoncang melihat sorot matamu yang tak lagi kukenal. Aku hanya takut perasaanku akan hancur menyadari sosokmu yang telah berubah sangat jauh. Aku hanya berusaha menyembunyikan gurat kekecawaan di wajahku. Aku hanya mencoba menahan air mata jatuh saat berhadapan denganmu. Aku hanya ingin menegaskan bahwa aku baik-baik saja saat itu.
Namun ketika suara serakmu yang menandakan penuh sesak dihatimu membuka percakapan kita, seketika perasaanku terusik untuk melihatmu, melihat keadaanmu memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Perasaanku gelisah ingin melontarkan banyak pertanyaan padamu.
"Kenapa kamu kurus sekarang, apa kamu sakit?"
"Kenapa rambutmu tak lagi rapi, sudah berapa bulan kamu tak potong rambut?"
Ah...apa kamu tau saat itu perasaanku menginginkan jawaban bahwa kamu baik-baik saja?
Aku lupa apa saja yang kamu katakan padaku saat itu, seakan aku hanya terfokus pada sorot matamu yang masih sama. Iya, aku menemukan suatu kelegaan luar biasa saat mendapati sorot matamu yang tetap sama seperti saat bersamaku dulu. Hanya ragamu yang berbeda, hanya tubuhmu saja yang berbeda. Kamu masih sama, kamu masih seperti dulu yang aku kenal.
Keyakinanku yang dikuatkan oleh sorot matamu terusik saat mulutmu mengatakan bahwa kamu telah berpaling pada orang lain. Seketika batinku memberontak hebat saat kamu mengatakan itu padaku. Mereka mengerang kesakitan seakan ada banyak rantai yang membekapnya penuh sesak. Tak dapat lagi aku mampu menahan air mata yang sedari awal sudah terkumpul di penghabisan. Mataku berair, hatiku sesak. 
Dengan mudahnya kamu mengatakan itu saat aku mengajak pikiranmu terbang ke masa limatahun kita. Dengan mudahnya kamu mengatakan bahwa yang kamu rasakan padanya bukan lagi hal biasa, ini istimewa katamu. Tangisku pecah. Tubuhku lemas saat kamu mampu mengatakan itu padaku, orang yang limatahun mengisi hari-harimu. Aku merasa berada di titik paling lemah saat itu. Aku masih berusaha menjelaskan walau dengan terbata-bata tentang keadaan kita sebulan lalu. Aku memintamu kembali mengingat keputusan  kita yang belum final bagiku.
Kita tak sepaham tentang arti perpisahan saat itu. Aku ingin istirahat aku hanya butuh waktu me-refresh perasaan agar kembali seperti dulu. Aku hanya ingin menenangkan pikiran dan batin yang mengalami tekanan berbulan-bulan. Aku tak mau terlalu lama menyakitimu dengan keacuhanku padamu. Aku tak bisa melampiaskan seluruh tekanan yang aku alami saat itu dengan meluapkan emosi padamu. Aku lebih senang memendam semua dan diam dalam kesakitan yang aku rasakan sendiri. Aku tak bermaksud menyakitimu dengan perlakuanku padamu. Ini kesalahanku, ini salahku yang tak tau cara mengungkapkan tekanan batin menjadi lebih ringan. Ah tapi mungkin kamu sudah terlalu lelah bersabar dengan semua perlakuanku padamu. Mungkin kamu memang sudah bosan denganku sehingga kamu benar-benar meninggalkan lalu menemukannya.
Kita itu seperti berjalan beriringan di terowongan panjang, sudah hampir setengah jalan kita lewati lalu aku meminta waktu untuk istirahat sejenak, aku lelah. Namun kamu malah meninggalkanku lalu melanjutkan perjalanan dengan orang lain :")
Tak terlalu lama perbincangan kita karena aku merasa sangat lelah mendengar omong kosong tentang perasaanmu dengannya. Aku tak percaya sedikitpun pada mulutmu yang lincah bercerita tentang perasaanmu padanya. Aku tak yakin kamu benar-benar telah menghapus sosokku dengan sosoknya yang baru. Aku yang limatahun bersamamu mampu digantikan oleh seseorang yang baru kamu kenal? 
Kamu katakan, "aku masih sayang padamu tapi kamu tau sifat setiaku padanya". Kenapa kamu tak mampu tegas memilih antara aku dan dia? Kenapa kamu masih ragu memilih? Aku sangat tau kamu bukan orang yang tega menyakiti seseorang namun kenapa kamu tega menyakiti orang yang selama limatahun menemanimu sedang menyakiti orang yang baru beberapa minggu kamu kenal kamu tak mampu? Kamu katakan berkali-kali padaku bahwa ini masalah hati yang telah menyayangi orang lain. Namun kenapa sorot matamu tak bisa bekerja sama dengan mulutmu? Kenapa sorot matamu masih menatapku hangat? Kenapa sorot matamu mengartikan bahwa kamu seperti menemukan kerinduan yang beberapa bulan ini tak kamu temukan? Kenapa sorot matamu masih berair saat menatapku? Kenapa sorot matamu tak pandai berbohong?
Saat aku sudah tak tahan dengan perasaan yang berkecamuk mendengar kenyataan bahwa dia benar-benar hadir di antara kita aku memutuskan pergi dari hadapanmu. Aku lelah. Aku lemah. Aku sakit sekali sampai tak ada hal yang mampu mengutarakan betapa perih luka yang baru saja kamu buat. Aku menyukupkan perbincangan kita dan pergi namun kenapa tanganmu masih erat menahanku sangat kuat? Kenapa tanganmu bersikeras menyuruhku bertahan dan tak beranjak? Masih mampu kamu mengatakan telah menyayangi dia sepenuhnya bukan aku lagi? Reflekmu menahanku tak bisa kamu bantah bahwa kamu masih sangat membutuhkanku kan?
Ah tapi sudahlah.. Aku lelah. Aku sangat lelah menerka-nerka perasaanmu yang terdalam saat ini. Aku hanya kecewa luar biasa denganmu. Aku tak mengerti hingga detik ini kenapa kamu mampu begini. Mampu melupakan aku dengan sangat cepat? Mampu menghapus 'kita' dengan sangat mudah. Mengapa dia mesti hadir di antara kita? Mengapa dia mesti hadir di waktu yang tak tepat? Di saat kita hanya butuh waktu untuk masing-masing sendiri dan saling introspeksi.
Bukankah sebenarnya kita masih saling membutuhkan? Bukankah kita masih saling menyimpan rasa yang begitu kuat dan dalam? Bukankah kita seharusnya masih bisa memperbaiki pondasi kebersamaan kita? Tapi ini yang terjadi, ini sudah terjadi. Dia terlanjur hadir terlalu cepat. Dan kamu tak terlalu kuat untuk yakin pada cintamu sendiri.

Menjelaskan perasaan yang absurd seperti ini sangat sulit. Kata yang sudah terkumpul belum tentu mampu mengungkapkan. Perasaan hanya ingin menyampaikan permintaan bahwa ia juga ingin dihargai. Bahwa aku ingin kamu dan perempuan yang ada di sampingmu saat ini mengerti perasaanku. Tak sulit kan kalau hanya mengerti perasaan? Mengerti belum tentu akan memahami arti menghargai perasaan. Tapi apa kamu tau aku saja mampu menghargai perasaan perempuan barumu itu? Aku tak mengusik hidupnya hingga detik ini. Aku tak mengganggu hari-harinya walaupun dari awal aku menyadari kehadirannya. Aku mampu menahan perasaan untuk tetap menghargai perasaannya kan? Setidaknya untuk saling mengerti posisi masing-masing saat ini. Siapa yang pendatang, siapa yang lebih dulu. Tapi masih saja kamu bilang aku tak lagi berperasaan dan tak punya hati? Kalau saja aku tak berperasaan mungkin saja aku akan lebih mudah melupakanmu. Kalau saja aku tak berperasaan mungkin saja aku tak akan terpuruk sedalam dan sejauh ini. Kalau saja aku tak berperasaan mungkin sejak awal aku akan menyimpan benci padamu dan perempuan barumu. Sayangnya hingga detik ini aku masih saja menganggapmu sangat baik dan tak pernah sedetikpun aku mampu membencimu. Begitu juga dengan perempuan barumu tak akan mampu aku memandang sinis padanya lalu melontarkan kalimat yang menyakiti hatinya. Kamu tau betul siapa aku. Memang terkadang apa yang kita lakukan tak selalu mendapatkan balasan yang sama. Aku menghargai perasaannya tapi kamu dan dia tak bisa sebaliknya melakukan itu padaku. 
Terkadang aku ingin menjadi orang yang tak berperasaan yang dengan mudah membenci. Lalu dengan begitu aku akan sangat lancar mengucapkan kata perpisahan hingga seketika aku mampu melupakanmu. Ah sayangnya aku tak mampu begitu.
Bahwa sederhana saja kalau seandainya kalian bisa sedikit memahami perasaanku mungkin saja aku tak akan terpuruk lebih jauh begini. Aku hanya sedang berjuang melupakan, berjuang menyembuhkan luka sendirian. Kalau kalian tak bisa membantu menolong keterpurukanku setidaknya dengan tetap menghargai perasaanku keadaanku tak lebih jauh jatuh dalam keterpurukan seperti ini.
Ah tapi sudahlah aku lelah.. Kalimat itu yang selalu mampu mewakilkan saat rasa lelah karena sesaknya perasaan sudah tak bisa di kompromi lagi. Iya biarlah ini berjalan. Biarlah kita tetap berjalan tetap di terowongan panjang dengan jalan yang mulai terbelah pada ujungnya. Hingga akhirnya kita memilih masing-masing jalan yang memaksa kita berpisah. Kamu berjalan dengannya berdua. Sedangkan aku sendirian dalam gelap dengan penutup mata yang tak pernah mau kubuka, aku takut menyadari bahwa kamu tak lagi berjalan disampingku..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lucky Charms Rainbow